Bimbingan Bagi Murid Tuna Cakap Belajar
A. Pengertian Murid Tuna Cakap Belajar
Pengertian
tentang murid tuna cakap belajar nampaknya cenderung belum memasyarakat, karena
istilah yang sudah lazim digunakan dalam pendidikan Indonesia adalah murid yang
mengalami kesulitan belajar dengan sebutan anak “berkesulitan belajar”.
Secara
esensial kedua istilah tersebut dapat dikatakan “identik”. Meskipun jika
dilihat dari faktor yang menimbulkan ketunacakapan belajar cenderung lebih
bersifat internal (faktor yang berasal dari dalam diri anak). Namun sama-sama
menunjukkan ketidakmampuan di dalam belajar, maka istilah tersebut cenderung
sama. Tuna cakap belajar (berkesulitan belajar) sebagai terjemahan dari
learning disabilities.
Dan dalam
uraian berikutnya akan merujuk kepada pembahasan tentang learning disabilities.
Istilah yang
digunakan untuk menyebut murid berkesulitan belajar (tuna cakap belajar) cukup
beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang
berbeda-beda, seperti dikemukakan berikut ini :
a.
Kelompok ahli pendidikan menyebutnya dengan
istilah educationally handicapped. Digunakan istilah ini karena
murid-murid ditinjau mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan,
sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan secara khusus sesuai dengan
bentuk dan derajat kesulitannya. Layanan pendidikan khusus yang dimaksud tidak
hanya berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya. Tetapi juga dalam strategi
atau pendekatan bantuannya. (Hallahan dan Kauffman, 1991).
(Kartadinata
Suaryo, dkk. Tahun 1998. Bmbingan Di SD. Bandung. Hal 84)
Komentar
:
Dalam kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran mandiri selalu di jumpai
adanya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mencapai standar
kompetensi,kompetensi dasar dan penguasaan materi pembelajaran yang telah
ditentukan secara garis besar kesulitan dimaksud dapat berupa kurangnya
pengetahuan prasyarat, kesulitan memahami materi pembelajaran, maupun
kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas latihan dan menyelesaikanmenyelesaikan
soal-soal ulangan, secara khusus, kesulitan yang di jumpai peserta dapat berupa
tidak di kuasainya kompetensi dasar mata pelajaran tertentu, misalnya operasi
bilangan dalam matematika atau membaca dan menulis.
Agar peserta didik dapat memecahkan kesulitan tersebut perlu adanya bantuan.
Bantuan dimaksud berupa pemberian pendidikan khusus perlu di pilih strategi dan
langkah-langkah yang tepat setelah terlebih dahulu diadakan diagnosis terhadap
kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Jenis bimbingan yang diambil di
arahkan kepada kelemahan atau ketidakmampuan pada kesulitan yang di hadapi oleh
peserta didik.
Jenis dan layanan bimbingannya
berupa bantuan-bantuan diantaranya :
a.
pemberian informasi sebagai orientasi
b.
bantuan untuk menyesuaikan diri
c.
penyuluhan tentang perkembangan individu
d.
teknik membimbing.
Betapapun
pentingnya bimbingan harus di berikan kepada siswa tertentu, karena tugas utama
seorang guru harus berfase pada terselengaranya proses belajar mengajar ( PBM
). Oleh karena itu sejumlah kemungkinan layanan bimbingan hanya beberapa saja
yang benar berkaitan secara langsung dengan PBM, tugas lainnya merupakan
kompetensi dari layanan khusus bimbingan dan layanan di sekolah.
Kegiatan
layanan pendidikan khusus itu berjalan parallel dan berdampingan serta
berurutan logis dengan kegiatan proses belajar mengajar.
b.
Bidang medis menyebutnya dengan brain injured,
minimal brain dyshfunction, alasannya karena dari hasil deteksi secara
medis anak-anak tuna cakap belajar mengalami penyimpangan dalam perkembangan
otaknya, yang diakibatkan ada masalah pada saat persalinan atau memang sejak
lahir mengalami penyimpangan. Penyimpangan perkembangan otak biasanya tidak
menimbulkan kelainan struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat
menimbulkan gangguan fungsi pada otak.
c.
Ahli psikolinguistk menggunakan istilah language
disorders. Karena anak-anak tuna cakap belajar cenderung mengalami ganguan
dalam berbahasa. Ganguan bahasa yang dimaksud meliputi berbahasa ekspresif
yaitu kemampuan mengemukakan ide atau perasaan secara lisan, dan berbahasa
reseptif yaitu kemampuan menangkap ide atau menangkap perasaan orang lain yang
disampaikan secara lisan.
(Kartadinata Suaryo, dkk.
Tahun 1998. Bmbingan Di SD. Bandung. Hal 84-85)
Komentar :
Ahli
psikolinguistk anak-anak tuna cakap belajar cenderung mengalami ganguan dalam
berbahasa. istilah yang digunakan adalah language disorders, memang
benar pada dasarnya mereka mempunyai kekurangan yang memungkinkan anak sulit
berbahasa, berbahasa disini berbahasa ekspresif yaitu kemampuan
mengemukakan ide atau perasaan secara lisan, dan berbahasa reseptif yaitu
kemampuan menangkap ide
B. Siapakah Murid Tuna Cakap Belajar?
Jika kita perhatikan gambar di atas yaitu tentang sampel tulisan tangan seorang
murid, barangkali kita berpikir bahwa tulisan itu dibuat oleh seorang murid
usia 6,0 tahun yang belum memiliki kemampuan koordinasi yang baik. Kenyataanya,
tulisan tadi adalah tulisan seorang anak bernama Tomi yang berusia 10,0 tahun
berasal dari keluarga menengah dan orang tuanya berpendidikan tinggi.
Dalam
riwayat hidupnya tidak ada bukti bahwa Tomi mengalami kelainan kelahiran atau
gangguan lain pada masa kanak-kanak yang dapat mempengaruhi kemampuan
menulisnya. Kemampuan membaca Tomi pun tidak lebih baik dari kemampuan
menulisnya. Kemampuan membaca dia seperti kemampuan membaca anak berusia 6,0
tahun.
Apakah Tomi
termasuk seorang anak yang mengalami terbelakangan mental? Jawabannya tidak.
Dalam kenyataannya, Tomi menunjukkan kemampuan yang cemerlang dalam matematika
dan dia memiliki skor tinggi, yakni 120, dalam tes intelegensi. Apakah Tomi
mengalami ketidakstabilan emosi yang akan menggangu kemampuan membacanya?
Mungkin ya, akan tetapi dia termasuk anak yang disukai guru dan teman-temanya.
Orang tuanya melaporkan bahwa Tomi mampu bergaul dengan orang lain tanpa
mengalami dan menunjukkan symptom atau gejala-gejala adanya gangguan.
Kasus di
atas menunjukkan bahwa Tomi bukan seorang murid terbelakangan mental, bukan
juga mengalami ganguan emosional, dan bukan juga murid yang cacat fisik. Tomi
adalah seorang murid yang mengalami tuna cakap belajar, dia adalah seorang learning
disabled.
Samuel Kirk
(1971), mengemukakan definisi learning disabilities adalah murid
yang tidak digolongkan kepada katagori di bawah normal (keluarbiasaan), namun
mereka yang mengalami kelemahan dalam berbicara perceptual-motorik (berbahasa),
persepsi visual dan auditory. Dengan kata lain adalah mereka yang mengalami
kelemahan dalam kemampuan perceptual-motorik tertentu. Sehingga pada saat mulai
mempelajari mata-mata pelajaran dasar, cenderung mengalami kesulitan dalam
membaca, menulis, mengeja dan berhitung.
(Kartadinata Suaryo, dkk.
Tahun 1998. Bmbingan Di SD. Bandung. Hal 88)
Komentar
:
Pada dasarnya
anak yang mengalami gangguan tersebut adalah anak yang normal, hanya saja
karena gangguan-ganguan mereka sulit pada saat mulai mempelajari mata-mata
pelajaran dasar, cenderung mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja
dan berhitung.
Canadian Association for Children and Adults
with Learning Disabilities (1981) atau murid
berkesulitan belajar (tuna cakap belajar) adalah mereka yang tidak mampu
mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya termasuk normal, sedikit
di atas normal, atau sedikit di bawah normal. Keadaan ini terjadi akibat
disfungsi minimal otak-(DMO) yang terjadi karena penyimpangan perkembangan
otak yang dapat berwujud dalam berbagai kombinasi gejala gangguan seperti :
gangguan persepsi, pembentukan konsep, ingatan, control perhatian atau gangguan
motorik. Keadaan ini tidak disebabkan oleh gangguan primer pada penglihatan,
pendengaran, cacat motorik atau gangguan emosional, retardasi mental, atau
akibat lingkungan. (Catwright, dkk, 1984).
C. Jenis –Jenis Tuna Cakap Belajar
a.
Minimal Brain Dysfunction
Minimal
brain Dysfunction adalah ketidakberfungsian minimal otak digunakan untuk
merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada murid ketidakberfungsian ini
bisa termanifestasi dalam berbagai kombinasi kesulitan seperti konseptualisasi,
bahasa, memori, pengendalian , perhatian, impulse(dorongan), atau fungsi
motorik.
b.
Aphasia
Aphasia
merujuk suatu kepada suatu kondisi dimana anak gagal mnuasi ucapan-ucapan
bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3,0 tahun. Ketidakcakapan bicara ini
tidak dapat dijelaskan karena factor ketulia ,keterbelakangan mental, ganngguan
organ bicara,tau factor lingkungan.
Simptom
aphasia digolongkan kedalam tiga karakteristik utama yakni:
a Receptive aphasia
− Tidak
dapat mengeidentifikasi apa yang didengar
− Tidak
mendapat melacak arah
− Kemiskinan
kosa kata
− Tidak
dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.
− Tidak
dapat memahami apa yang dia baca.
b Expressive aphasia
− Jarang
bicara di kelas
− Kesulitan
dalam melakukan peniruan.
− Banyak
pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.
− Jarang
menampilkan gesture (geramk tangan )
−
Ketidakcakapan menggambar dan menulis.
c Inner aphasia
− Tidak
mampu melakukan asosiasi, oleh karena itu sulit berfikir abstrak
− Memberikan
respon yang tak layak atas panggilan/sahutan
− Lamban
merespon
c.
Dyslexsia
Dylexia,
ketidakcakapan membaca. Adalah jenis lain gangguan belajar. Yakni anak-anak
berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompitisi dengan temannya di
sekolah .
Simptom umum
dylesia :
− Kelamahan
orientasi kanan –kiri
−
Kecendurungan membaca kata bergerak maju mundur. Seperti “dia” dibaca “aid”.
− Kelemahan
keterampilan jari.
− Kesulitan
dalam berhitung
− Kelmahan
memori.
− Kesulitan
auditif.
− Kelemahan
memori visual.
− Dalam membaca keras tidak
mampu mengkonverisikan symbol visual ke dalam symbol
auditif sejalan
dengan bunyi secara benar.
d.
Kelemahan Perseptual dan
perseptual-motorik
Kelemahan
preseptual dan preseptual-motorik sebenarnya merujuk kepadsa masalah yang sama,
persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi
itu sendiri membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirnnya harus
diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna.
D. Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar
- Menyusun ilustrasi dari setiap pokok bahasan yang diteskan
- Mempersiapkan Glosari atau kata-kata khusus dan definisi dari setiap konsep yang diajarkan
- Membuat kartun atau gambar yang menjelaskan tentang gagasan dari setiap pokok bahasan / sub pokok bahasan
- Membuat rangkaian gambar yang berhubungan dengan gagasan yang beragam dalam setiap sub pokok bahasan
- Membuat majalah dinding
- Menulis atau merekam berita mengenai suatu hal yang berkaitan dengan pelajaran
- Mewancarai seseorang yang memahami topic-topik pelajaran
- Mempelajari informasi baru dari jurnal, yang sesuai dengan materi pelajaran
- Mempersiapkan proposal penelitian
- Mempersiapkan slide, filmstrip, atau penyajian videotape bagi kelompok
Terdapat
tiga dasar layanan bimbingan yang dapat dikembangkan secara terpadu dengan
proses pembelajaran dalam upaya membantu murid tuna cakap belajar. Jerome
Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut, yaitu :
a.
Layanan remediasi
Terfokus
kepada upaya menyembuhkan, mengurangi, atau jika mungkin menghilangkan
kesulitan. Dalam layanan ini murid dibantu untuk mengatasi kekurangan dalam
keterampilan perceptual maupun kecakapan dasar berbahasa, sehingga dia
dilengkapi dengan keterampilan yang dapat menjadikannya mampu memperoleh
kemajuan dalam kondisi pembelajaran normal. Dengan kata lain, remediasi ini
mengubah dan memperbaiki keterampilan murid sehingga dia dapat belajar dalam
kondisi normal dan tidak perlu menyiapkan kondisi sekolah khusus.
b.
Layanan kompensasi
Yaitu mengembangkan
komisi pembelajaran khusus luar kondisi yang normal atau baku yang memungkinkan
murid memperoleh kemajuan yang memuaskan dalam keadaan kekurang terampilan
perceptual dan bahasa. Untuk mencapai tujuan tersebut layanan yang bersifat
kompensasi ini hendaknya memperhatikan patokan atau rambu-rambu berikut;
1)
fahami dan pastikan bahwa murid memiliki
pengetahuan factual yang di perlukan dalam mempelajari bahan ajaran,
2)
batasi jumlah informasi baru kepada hal-hal yang
tercantum pada bahan atau unit ajaran, dan sampaikan sedikit demi sedikit; jika
perlu gunakan system jembatan keledai,
3)
sajikan informasi secara jelas tentang apa yang
harus murid pelajari,
4)
nyatakan secara eksplisit bahwa informasi yang
diajarkan berkaitan dengan informasi yang telah dimiliki murid,
5)
jika murid sudah mampu menguasai unit-unit kecil
perkenalkan dia kepada unit-unit yang lebih besar,
6)
siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat
informasi baru dalam ingatan murid,
7)
lakukan drill dan, latihan yang paling efektif,
jika perlu minta murid mengatakan dan menuliskan apa yang dia lihat dan dengar.
Selanjutnya
Jerome Rosner (1993), mengemukakan petunjuk pengambilan keputusan dalam
melakukan treatment sebagai berikut.
Pertama,
mengidentifikasi kasus utama tentang ketunacakapan belajar yang secara
signifikan menggangu perkembangan kemampuan-kemampuan pokok belajar murid. Yang
termasuk kepada kemampuan pokok belajar murid yaitu :
1)
keterampilan-keterampilan perceptual, yang dapat
diidentifikasi melalui system “coding” dalam bentuk bacaan, tulisan, ejaan, dan
hitungan.
2)
Bahasa, yang berkaitan dengan upaya murid dalam
memperoleh informasi.
Kedua,
mengidentifikasi dan menilai kemampuan pokok belajar murid baik dalam hal
keterampilan perceptual maupun bahasa.
Ketiga,
memberikan remediasi terhadap kelemahan-kelemahan melalui proses pembelajaran .
Tiga faktor
yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan ( faktor-faktor prognostic )
untuk melakukan treatment, yaitu :
1)
kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek
kelemahan bahasa atau keterampilan perceptual.
2)
Usia murid dan kelemahan dalam prestasi
belajarnya di sekolah.
3)
Tersedianya sumber-sumber emosi, fisik, waktu
dan energi yang diperlukan dalam program remedial.
b.
Prevensi
Langkah
pertama dalam prevensi adalah mengidentikasi murid sebelum dia mengalami
kesulitan atau ketunacakapan belajar di sekolah.
Langkah-langkah
ini dilaksanakan melalui tes atau pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi
murid yaitu sebagai berikut.
1)
Kesehatan
Untuk mengetahui
kesehatan murid perlu keterangan dari dokter ahli anak ( pediatrician )
yang menjelaskan tentang kondisi kesehatan murid tersebut.
2)
Perkembangan
Perkembangan murid yang perlu
dipahami itu menyangkut aspek-aspek social, bahasa, motor, dan tingkah laku
adaptif.
3)
Penglihatan dan Pendengaran
Untuk mengetahui kesehatan
atau kondisi kesehatan murid bisa memeriksakan murid ke dokter ahli mata sedangkan
untuk mengetahui kondisi pendengaranya dapat diperoleh keterangan dari dokter
ahli telinga ( THT ).
4)
Keterampilan Perseptual
Untuk mengetahui keterangan
perseptual ini dapat melalui pemeriksaan disamping dari ahli mata juga melalui
tes psikologis tentang keterampilan perceptual, penglihatan, dan pendengaran.
5)
Usia Pra Sekolah
Dewasa ini banyak anak yang
masuk sekolah sebelum usia lima tahun. Dalam hal ini, mereka perlu dipilih
secara hati-hati apakah akan mengalami resiko atau tidak.
6)
Usia Masuk TK
Menurut aturan anak-anak tidak
boleh masuk TK sebelum usia lima tahun. Pada kenyataannya mungkin saja
ditemukan anak yang belum berusia lima tahun sudah menampilkan perkembangan
yang baik dalam perilaku social, bahasa, dan penyesuaian dirinya. Namun anak
seperti ini relative masih sangat sedikit.
Daftar Pustaka
Kartadinata Suaryo, dkk. Tahun 1998.
Bmbingan DI Sekolah Dasar. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar