Rabu, 27 Juni 2012

Bimbingan Murid Tuna Cakap Belajar


Bimbingan Bagi Murid Tuna Cakap Belajar
A.    Pengertian Murid Tuna Cakap Belajar
Pengertian tentang murid tuna cakap belajar nampaknya cenderung belum memasyarakat, karena istilah yang sudah lazim digunakan dalam pendidikan Indonesia adalah murid yang mengalami kesulitan belajar dengan sebutan anak “berkesulitan belajar”.
Secara esensial kedua istilah tersebut dapat dikatakan “identik”. Meskipun jika dilihat dari faktor yang menimbulkan ketunacakapan belajar cenderung lebih bersifat internal (faktor yang berasal dari dalam diri anak). Namun sama-sama menunjukkan ketidakmampuan di dalam belajar, maka istilah tersebut cenderung sama. Tuna cakap belajar (berkesulitan belajar) sebagai terjemahan dari learning disabilities.
Dan dalam uraian berikutnya akan merujuk kepada pembahasan tentang learning disabilities.
Istilah yang digunakan untuk menyebut murid berkesulitan belajar (tuna cakap belajar) cukup beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda, seperti dikemukakan berikut ini :
a.       Kelompok ahli pendidikan menyebutnya dengan istilah educationally handicapped. Digunakan istilah ini karena murid-murid ditinjau mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan secara khusus sesuai dengan bentuk dan derajat kesulitannya. Layanan pendidikan khusus yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya. Tetapi juga dalam strategi atau pendekatan bantuannya. (Hallahan dan Kauffman, 1991).
(Kartadinata Suaryo, dkk. Tahun 1998. Bmbingan Di SD. Bandung. Hal 84)
Komentar  :
      Dalam kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran mandiri selalu di jumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mencapai standar kompetensi,kompetensi dasar dan penguasaan materi pembelajaran yang telah ditentukan secara garis besar kesulitan dimaksud dapat berupa kurangnya pengetahuan prasyarat, kesulitan memahami materi pembelajaran, maupun kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas latihan dan menyelesaikanmenyelesaikan soal-soal ulangan, secara khusus, kesulitan yang di jumpai peserta dapat berupa tidak di kuasainya kompetensi dasar mata pelajaran tertentu, misalnya operasi bilangan dalam matematika atau membaca dan menulis.
      Agar peserta didik dapat memecahkan kesulitan tersebut perlu adanya bantuan. Bantuan dimaksud berupa pemberian pendidikan khusus perlu di pilih strategi dan langkah-langkah yang tepat setelah terlebih dahulu diadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Jenis bimbingan yang diambil di arahkan kepada kelemahan atau ketidakmampuan pada kesulitan yang di hadapi oleh peserta didik.
Jenis dan layanan bimbingannya berupa bantuan-bantuan diantaranya :
a.       pemberian informasi sebagai orientasi
b.      bantuan untuk menyesuaikan diri
c.       penyuluhan tentang perkembangan individu
d.      teknik membimbing.
Betapapun pentingnya bimbingan harus di berikan kepada siswa tertentu, karena tugas utama seorang guru harus berfase pada terselengaranya proses belajar mengajar ( PBM ). Oleh karena itu sejumlah kemungkinan layanan bimbingan hanya beberapa saja yang benar berkaitan secara langsung dengan PBM, tugas lainnya merupakan kompetensi dari layanan khusus bimbingan dan layanan di sekolah.
Kegiatan layanan pendidikan khusus itu berjalan parallel dan berdampingan serta berurutan logis dengan kegiatan proses belajar mengajar.

b.      Bidang medis menyebutnya dengan brain injured, minimal brain dyshfunction, alasannya karena dari hasil deteksi secara medis anak-anak tuna cakap belajar mengalami penyimpangan dalam perkembangan otaknya, yang diakibatkan ada masalah pada saat persalinan atau memang sejak lahir mengalami penyimpangan. Penyimpangan perkembangan otak biasanya tidak menimbulkan kelainan struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi pada otak.
c.       Ahli psikolinguistk menggunakan istilah language disorders. Karena anak-anak tuna cakap belajar cenderung mengalami ganguan dalam berbahasa. Ganguan bahasa yang dimaksud meliputi berbahasa ekspresif yaitu kemampuan mengemukakan ide atau perasaan secara lisan, dan berbahasa reseptif yaitu kemampuan menangkap ide atau menangkap perasaan orang lain yang disampaikan secara lisan.
(Kartadinata Suaryo, dkk. Tahun 1998. Bmbingan Di SD. Bandung. Hal 84-85)
Komentar  :
Ahli psikolinguistk anak-anak tuna cakap belajar cenderung mengalami ganguan dalam berbahasa. istilah yang digunakan adalah language disorders, memang benar pada dasarnya mereka mempunyai kekurangan yang memungkinkan anak sulit berbahasa, berbahasa disini berbahasa ekspresif yaitu kemampuan mengemukakan ide atau perasaan secara lisan, dan berbahasa reseptif yaitu kemampuan menangkap ide

B.     Siapakah Murid Tuna Cakap Belajar?

Jika kita perhatikan gambar di atas yaitu tentang sampel tulisan tangan seorang murid, barangkali kita berpikir bahwa tulisan itu dibuat oleh seorang murid usia 6,0 tahun yang belum memiliki kemampuan koordinasi yang baik. Kenyataanya, tulisan tadi adalah tulisan seorang anak bernama Tomi yang berusia 10,0 tahun berasal dari keluarga menengah dan orang tuanya berpendidikan tinggi.

Dalam riwayat hidupnya tidak ada bukti bahwa Tomi mengalami kelainan kelahiran atau gangguan lain pada masa kanak-kanak yang dapat mempengaruhi kemampuan menulisnya. Kemampuan membaca Tomi pun tidak lebih baik dari kemampuan menulisnya. Kemampuan membaca dia seperti kemampuan membaca anak berusia 6,0 tahun.
Apakah Tomi termasuk seorang anak yang mengalami terbelakangan mental? Jawabannya tidak. Dalam kenyataannya, Tomi menunjukkan kemampuan yang cemerlang dalam matematika dan dia memiliki skor tinggi, yakni 120, dalam tes intelegensi. Apakah Tomi mengalami ketidakstabilan emosi yang akan menggangu kemampuan membacanya? Mungkin ya, akan tetapi dia termasuk anak yang disukai guru dan teman-temanya. Orang tuanya melaporkan bahwa Tomi mampu bergaul dengan orang lain tanpa mengalami dan menunjukkan symptom atau gejala-gejala adanya gangguan.
Kasus di atas menunjukkan bahwa Tomi bukan seorang murid terbelakangan mental, bukan juga mengalami ganguan emosional, dan bukan juga murid yang cacat fisik. Tomi adalah seorang murid yang mengalami tuna cakap belajar, dia adalah seorang learning disabled.
Samuel Kirk (1971), mengemukakan definisi learning disabilities   adalah murid yang tidak digolongkan kepada katagori di bawah normal (keluarbiasaan), namun mereka yang mengalami kelemahan dalam berbicara perceptual-motorik (berbahasa), persepsi visual dan auditory. Dengan kata lain adalah mereka yang mengalami kelemahan dalam kemampuan perceptual-motorik tertentu. Sehingga pada saat mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar, cenderung mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja dan berhitung.
(Kartadinata Suaryo, dkk. Tahun 1998. Bmbingan Di SD. Bandung. Hal 88)
Komentar        :
Pada dasarnya anak yang mengalami gangguan tersebut adalah anak yang normal, hanya saja karena gangguan-ganguan mereka sulit pada saat mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar, cenderung mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja dan berhitung.
          Canadian Association for Children and Adults with Learning Disabilities (1981) atau murid berkesulitan belajar (tuna cakap belajar) adalah mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya termasuk normal, sedikit di atas normal, atau sedikit di bawah normal. Keadaan ini terjadi akibat disfungsi minimal otak-(DMO) yang terjadi karena penyimpangan perkembangan otak yang dapat berwujud dalam berbagai kombinasi gejala gangguan seperti : gangguan persepsi, pembentukan konsep, ingatan, control perhatian atau gangguan motorik. Keadaan ini tidak disebabkan oleh gangguan primer pada penglihatan, pendengaran, cacat motorik atau gangguan emosional, retardasi mental, atau akibat lingkungan. (Catwright, dkk, 1984).

C.    Jenis –Jenis Tuna Cakap Belajar

a.      Minimal Brain Dysfunction
Minimal brain Dysfunction adalah ketidakberfungsian minimal otak digunakan untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada murid ketidakberfungsian ini bisa termanifestasi dalam berbagai kombinasi kesulitan seperti konseptualisasi, bahasa, memori, pengendalian , perhatian, impulse(dorongan), atau fungsi motorik.
b.      Aphasia
Aphasia merujuk suatu kepada suatu kondisi dimana anak gagal mnuasi ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3,0 tahun. Ketidakcakapan bicara ini tidak dapat dijelaskan karena factor ketulia ,keterbelakangan mental, ganngguan organ bicara,tau factor lingkungan.
Simptom aphasia digolongkan kedalam tiga karakteristik utama yakni:
a Receptive aphasia
− Tidak dapat mengeidentifikasi apa yang didengar
− Tidak mendapat melacak arah
− Kemiskinan kosa kata
− Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.
− Tidak dapat memahami apa yang dia baca.
b Expressive aphasia
− Jarang bicara di kelas
− Kesulitan dalam melakukan peniruan.
− Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.
− Jarang menampilkan gesture (geramk tangan )
− Ketidakcakapan menggambar dan menulis.

c Inner aphasia
− Tidak mampu melakukan asosiasi, oleh karena itu sulit berfikir abstrak
− Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan
− Lamban merespon
c.       Dyslexsia
Dylexia, ketidakcakapan membaca. Adalah jenis lain gangguan belajar. Yakni anak-anak berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompitisi dengan temannya di sekolah .
Simptom umum dylesia :
− Kelamahan orientasi kanan –kiri
− Kecendurungan membaca kata bergerak maju mundur. Seperti “dia” dibaca “aid”.
− Kelemahan keterampilan jari.
− Kesulitan dalam berhitung
− Kelmahan memori.
− Kesulitan auditif.
− Kelemahan memori visual.
− Dalam membaca keras tidak mampu mengkonverisikan symbol visual ke dalam symbol
   auditif sejalan dengan bunyi secara benar.
d.      Kelemahan Perseptual dan perseptual-motorik
Kelemahan preseptual dan preseptual-motorik sebenarnya merujuk kepadsa masalah yang sama, persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi itu sendiri membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirnnya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna.

D.    Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar

  1. Menyusun ilustrasi dari setiap pokok bahasan yang diteskan
  2. Mempersiapkan Glosari atau kata-kata khusus dan definisi dari setiap konsep yang diajarkan
  3. Membuat kartun atau gambar yang menjelaskan tentang gagasan dari setiap pokok bahasan / sub pokok bahasan
  1. Membuat rangkaian gambar yang berhubungan dengan gagasan yang beragam dalam setiap sub pokok bahasan
  2. Membuat majalah dinding
  3. Menulis atau merekam berita mengenai suatu hal yang berkaitan dengan pelajaran
  4. Mewancarai seseorang yang memahami topic-topik pelajaran
  5. Mempelajari informasi baru dari jurnal, yang sesuai dengan materi pelajaran
  6. Mempersiapkan proposal penelitian
  7. Mempersiapkan slide, filmstrip, atau penyajian videotape bagi kelompok

Terdapat tiga dasar layanan bimbingan yang dapat dikembangkan secara terpadu dengan proses pembelajaran dalam upaya membantu murid tuna cakap belajar. Jerome Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut, yaitu :
a.      Layanan remediasi
Terfokus kepada upaya menyembuhkan, mengurangi, atau jika mungkin menghilangkan kesulitan. Dalam layanan ini murid dibantu untuk mengatasi kekurangan dalam keterampilan perceptual maupun kecakapan dasar berbahasa, sehingga dia dilengkapi dengan keterampilan yang dapat menjadikannya mampu memperoleh kemajuan dalam kondisi pembelajaran normal. Dengan kata lain, remediasi ini mengubah dan memperbaiki keterampilan murid sehingga dia dapat belajar dalam kondisi normal dan tidak perlu menyiapkan kondisi sekolah khusus.
b.      Layanan kompensasi
Yaitu mengembangkan komisi pembelajaran khusus luar kondisi yang normal atau baku yang memungkinkan murid memperoleh kemajuan yang memuaskan dalam keadaan kekurang terampilan perceptual dan bahasa. Untuk mencapai tujuan tersebut layanan yang bersifat kompensasi ini hendaknya memperhatikan patokan atau rambu-rambu berikut;
1)      fahami dan pastikan bahwa murid memiliki pengetahuan factual yang di perlukan dalam mempelajari bahan ajaran,
2)      batasi jumlah informasi baru kepada hal-hal yang tercantum pada bahan atau unit ajaran, dan sampaikan sedikit demi sedikit; jika perlu gunakan system jembatan keledai,
3)      sajikan informasi secara jelas tentang apa yang harus murid pelajari,
4)      nyatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan berkaitan dengan informasi yang telah dimiliki murid,
5)      jika murid sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan dia kepada unit-unit yang lebih besar,
6)      siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru dalam ingatan murid,
7)      lakukan drill dan, latihan yang paling efektif, jika perlu minta murid mengatakan dan menuliskan apa yang dia lihat dan dengar.

Selanjutnya Jerome Rosner (1993), mengemukakan petunjuk pengambilan keputusan dalam melakukan treatment sebagai berikut.
Pertama, mengidentifikasi kasus utama tentang ketunacakapan belajar yang secara signifikan menggangu perkembangan kemampuan-kemampuan pokok belajar murid. Yang termasuk kepada kemampuan pokok belajar murid yaitu :
1)      keterampilan-keterampilan perceptual, yang dapat diidentifikasi melalui system “coding” dalam bentuk bacaan, tulisan, ejaan, dan hitungan.
2)      Bahasa, yang berkaitan dengan upaya murid dalam memperoleh informasi.
Kedua, mengidentifikasi dan menilai kemampuan pokok belajar murid baik dalam hal keterampilan perceptual maupun bahasa.
Ketiga, memberikan remediasi terhadap kelemahan-kelemahan melalui proses pembelajaran .
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan ( faktor-faktor prognostic ) untuk melakukan treatment, yaitu :
1)                  kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek kelemahan bahasa atau keterampilan perceptual.
2)                  Usia murid dan kelemahan dalam prestasi belajarnya di sekolah.
3)                  Tersedianya sumber-sumber emosi, fisik, waktu dan energi yang diperlukan dalam program remedial.
b.      Prevensi
Langkah pertama dalam prevensi adalah mengidentikasi murid sebelum dia mengalami kesulitan atau ketunacakapan belajar di sekolah.
Langkah-langkah ini dilaksanakan melalui tes atau pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi murid yaitu sebagai berikut.
1)      Kesehatan
Untuk mengetahui kesehatan  murid perlu keterangan dari dokter ahli anak ( pediatrician ) yang menjelaskan tentang kondisi kesehatan murid tersebut.
2)      Perkembangan
Perkembangan murid yang perlu dipahami itu menyangkut aspek-aspek social, bahasa, motor, dan tingkah laku adaptif.
3)      Penglihatan dan Pendengaran
Untuk mengetahui kesehatan atau kondisi kesehatan murid bisa memeriksakan murid ke dokter ahli mata sedangkan untuk mengetahui kondisi pendengaranya dapat diperoleh keterangan dari dokter ahli telinga ( THT ).
4)      Keterampilan Perseptual
Untuk mengetahui keterangan perseptual ini dapat melalui pemeriksaan disamping dari ahli mata juga melalui tes psikologis tentang keterampilan perceptual, penglihatan, dan pendengaran.
5)      Usia Pra Sekolah
Dewasa ini banyak anak yang masuk sekolah sebelum usia lima tahun. Dalam hal ini, mereka perlu dipilih secara hati-hati apakah akan mengalami resiko atau tidak.
6)      Usia Masuk TK
Menurut aturan anak-anak tidak boleh masuk TK sebelum usia lima tahun. Pada kenyataannya mungkin saja ditemukan anak yang belum berusia lima tahun sudah menampilkan perkembangan yang baik dalam perilaku social, bahasa, dan penyesuaian dirinya. Namun anak seperti ini relative masih sangat sedikit.


Daftar  Pustaka

 Kartadinata Suaryo, dkk. Tahun 1998. Bmbingan DI Sekolah Dasar. Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar